#Softskill ke-1 “Hubungan Ilmu Budaya Dasar dengan Ekonomi”
NAMA:CHAERUNNISA
NPM :11215451
KELAS: 1EA04
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN MANAJEMEN
HUBUNGAN
ILMU BUDAYA DASAR DENGAN EKONOMI
Sebelum kita membahas
hubungan antara ILMU BUDAYA DASAR dengan EKONOMI, sebaiknya kita mengetahui
terlebih dahulu apa itu ilmu budaya dasar. Apa itu ilmu budaya dasar? Ilmu
budaya dasar adalah pengetahuan yang diharapkan dapat memberi pengetahuan dasar
dan pengertian umum tentang konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah
manusia dan kebudayaan.
Istilah Ilmu Budaya Dasar dikembangkan petama kali diIndonesiasebagai pengganti istilah basic Humanitiesm yang berasal dari istilah bahasa Inggris “the Humanities”. Adapun bahasa humanities berasal dari bahasa latin, humanus yang artinya manusia, berbudaya dan halus. Dengan mempelajari the humanities diandaikan seseorang akan bisa menjadi lebih manusiawi, lebih berbudaya dan lebih halus. Agar manusia menjadi humanus mereka harus mempelajari ilmu the humanities tetapi tidak meninggalkan tanggungjawab lain sebagai manusia itu sendiri.
Menurut Prof Dr.Harsya Bactiar ilmu dan pengetahuan dikelompokan menjadi tiga kelompok besar yaitu:
Istilah Ilmu Budaya Dasar dikembangkan petama kali diIndonesiasebagai pengganti istilah basic Humanitiesm yang berasal dari istilah bahasa Inggris “the Humanities”. Adapun bahasa humanities berasal dari bahasa latin, humanus yang artinya manusia, berbudaya dan halus. Dengan mempelajari the humanities diandaikan seseorang akan bisa menjadi lebih manusiawi, lebih berbudaya dan lebih halus. Agar manusia menjadi humanus mereka harus mempelajari ilmu the humanities tetapi tidak meninggalkan tanggungjawab lain sebagai manusia itu sendiri.
Menurut Prof Dr.Harsya Bactiar ilmu dan pengetahuan dikelompokan menjadi tiga kelompok besar yaitu:
1.
Ilmu alamiah (natural
scince)
Yaitu ilmu alamiah
yang bertujuan untuk mengetahui keteraturan yang ada di alam semesta. Untuk
mengkaji hal ini di gunakan metode ilmiah. Dengan cara menentukan hukum
yang berlaku mengenai keteraturan itu, lalu dibuat analisis untuk menentukan
suatu kualitas. Yang termasuk ilmu ilmiah antara lain ilmu astronom,fisika,kimia,biologi,kedokteran,mekanika.
1.
Ilmu sosial (social
scince)
Yaitu ilmu sosial yang
bertujuan untuk mengkaji keteraturan dalam hubungan manusia. Untuk mengkaji hal
ini digunakan metode ilmiah sebagai pinjaman dari ilmu ilmiah. Tapi hasil
penelitiannya tidak 100% benar hanya mendekati kebenaran. Sebab keteraturan
dalam hubungan manusia tidak dapat berubah dari waktu ke waktu. Yang termasuk
ilmu sosial yaitu ekonomi, sosiologi, politik, demografi, antropologi
sosial, sosiologi hukum dsb.
1.
Pengetahuan budaya
(the humanities)
Yaitu pengetahuan
budaya yang bertujuan untuk memahami dan mencari arti kenyataan yang bersifat
manusiawi. Untuk mengkaji digunakan metode pengungkapan peristiwa dan kenyataan
yang bersifat unik kemudian diberi arti.
Ilmu Budaya Dasar berbeda dengan pengetahuan budaya. Ilmu budaya dasar dalam bahasa Inggris disebut basic humanities. Pengetahuan budaya dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah the humanities. Pengetahuan budaya mengkaji masalah nilai-nilai manusia sebagai mahluk berbudaya (homo humanus). Sedangkan ilmu budaya dasar bukan ilmu tentang budaya, melainkan mengenai pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah manusia dan budaya.
Guna membahas kaitan kebudayaan dan pembangunan ekonomi, para ahli mengkaji “budaya nasional” sebagai bagian
proses pembinaan identitas bangsa (“aku orang Indonesia”). Budaya daerah menjadi “acuan perantara” antara “budaya
nasional” dan “budaya wilayah” (“aku orang Sumatera, aku orang Sulawesi, dan sebagainya”). Budaya “ikatan primordial”
melekat pada suku, agama, dan lingkaran di seluruh Tanah Air (“aku orang Aceh, aku orang Sangir, aku orang Bangka,
aku orang Ambon”, dan sebagainya). Salah satu pengamatan penting Soedjatmoko adalah bagaimana “mempertemukan”
budaya Barat dengan budaya-budaya Indonesia sehingga terjadi “pembebasan budaya daerah dari kungkungan tradisi”.
Bagaimana membuat orang “terbebas” dari tradisi, namun tidak “tercabut” dari ikatan budaya seperti suku, agama, dan
kedaerahan?
Kebudayaan sebagai kerangka acuan pembangunan ekonomi menjadi tema dasar sejumlah karya besar dalam ilmu sejarah, sosiologi, antropologi, ilmu politik, ilmu administrasi negara, bahkan ilmu ekonomi itu sendiri sejak 1950-an. Gunnar Myrdal dari Swedia, 1960-an, membandingkan kinerja “negara keras” dan “negara lembek” guna menggambarkan perlunya “negara kuat” mendobrak “mental lembek” pegawai negeri, yang dinilainya menghambat pembangunan
nasional. Ahli sosiologi Selo Soemardjan dan ahli antropologi Koentjaraningrat, 1970-an, mengajukan pemikiran pentingnya “sikap mental” dalam pembangunan nasional. Denis Goulet menegaskan pentingnya “pilihan kejam” yang harus ditempuh pimpinan nasional di negara sedang berkembang jika ingin mendatangkan kemakmuran ekonomi. Belakangan (1993), Samuel Huntington menghimpun tulisan sejumlah pakar mancanegara dari berbagai benua dalam Culture Matters (Kebudayaan Itu Penting).
Indonesia hingga kini masih ramai memperdebatkan hubungan timbal balik antara kebudayaan dan pembangunan ekonomi. Perdebatan itu dibahas di kalangan pujangga Indonesia tahun 1930-an dan 1940. Tokoh budaya “pro-Barat”,
seperti Armyn Pane, berpolemik dengan tokoh yang memberat pada tradisi, seperti Ali Boediardjo. Perdebatan menarik itu lalu diwacanakan sebagai “kaum keroncongis” dengan “kaum gamelanis”. Pada 1960-an hingga 1970-an, berlanjut menjadi perdebatan musik Indonesia yang merangkul musik Barat dengan mereka yang berpegang pada musik daerah dan suku. Soedjatmoko meramu perdebatan itu melalui rumusan, tiap bangsa dan tiap daerah harus menentukan sendiri
seberapa cepat ia ingin merangkul nilai-nilai “modernisasi” dan seberapa banyak ingin mempertahankan nilai-nilai yang penting untuk kelestarian jati dirinya.
Ilmu Budaya Dasar berbeda dengan pengetahuan budaya. Ilmu budaya dasar dalam bahasa Inggris disebut basic humanities. Pengetahuan budaya dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah the humanities. Pengetahuan budaya mengkaji masalah nilai-nilai manusia sebagai mahluk berbudaya (homo humanus). Sedangkan ilmu budaya dasar bukan ilmu tentang budaya, melainkan mengenai pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah manusia dan budaya.
Guna membahas kaitan kebudayaan dan pembangunan ekonomi, para ahli mengkaji “budaya nasional” sebagai bagian
proses pembinaan identitas bangsa (“aku orang Indonesia”). Budaya daerah menjadi “acuan perantara” antara “budaya
nasional” dan “budaya wilayah” (“aku orang Sumatera, aku orang Sulawesi, dan sebagainya”). Budaya “ikatan primordial”
melekat pada suku, agama, dan lingkaran di seluruh Tanah Air (“aku orang Aceh, aku orang Sangir, aku orang Bangka,
aku orang Ambon”, dan sebagainya). Salah satu pengamatan penting Soedjatmoko adalah bagaimana “mempertemukan”
budaya Barat dengan budaya-budaya Indonesia sehingga terjadi “pembebasan budaya daerah dari kungkungan tradisi”.
Bagaimana membuat orang “terbebas” dari tradisi, namun tidak “tercabut” dari ikatan budaya seperti suku, agama, dan
kedaerahan?
Kebudayaan sebagai kerangka acuan pembangunan ekonomi menjadi tema dasar sejumlah karya besar dalam ilmu sejarah, sosiologi, antropologi, ilmu politik, ilmu administrasi negara, bahkan ilmu ekonomi itu sendiri sejak 1950-an. Gunnar Myrdal dari Swedia, 1960-an, membandingkan kinerja “negara keras” dan “negara lembek” guna menggambarkan perlunya “negara kuat” mendobrak “mental lembek” pegawai negeri, yang dinilainya menghambat pembangunan
nasional. Ahli sosiologi Selo Soemardjan dan ahli antropologi Koentjaraningrat, 1970-an, mengajukan pemikiran pentingnya “sikap mental” dalam pembangunan nasional. Denis Goulet menegaskan pentingnya “pilihan kejam” yang harus ditempuh pimpinan nasional di negara sedang berkembang jika ingin mendatangkan kemakmuran ekonomi. Belakangan (1993), Samuel Huntington menghimpun tulisan sejumlah pakar mancanegara dari berbagai benua dalam Culture Matters (Kebudayaan Itu Penting).
Indonesia hingga kini masih ramai memperdebatkan hubungan timbal balik antara kebudayaan dan pembangunan ekonomi. Perdebatan itu dibahas di kalangan pujangga Indonesia tahun 1930-an dan 1940. Tokoh budaya “pro-Barat”,
seperti Armyn Pane, berpolemik dengan tokoh yang memberat pada tradisi, seperti Ali Boediardjo. Perdebatan menarik itu lalu diwacanakan sebagai “kaum keroncongis” dengan “kaum gamelanis”. Pada 1960-an hingga 1970-an, berlanjut menjadi perdebatan musik Indonesia yang merangkul musik Barat dengan mereka yang berpegang pada musik daerah dan suku. Soedjatmoko meramu perdebatan itu melalui rumusan, tiap bangsa dan tiap daerah harus menentukan sendiri
seberapa cepat ia ingin merangkul nilai-nilai “modernisasi” dan seberapa banyak ingin mempertahankan nilai-nilai yang penting untuk kelestarian jati dirinya.
contoh Study kasus yang berkaitan dengan ilmu budaya
dasar dengan ekonomi
hasil produk barang Indonesia seperti baju
batik di jogja sangat lah di sukai oleh para pendatang asing yang sedang
berkunjung ke Indonesia untuk membeli oleh-oleh untuk keluarga disana, dan
produk Indonesia seperti batik itu lah bisa meningkatkan perekonomian yang
terjadi di Indonesia , masyarakat yang mempunyai hoby dalam melukis dan
mendesgin baju batik khas jogja bisa di salurkan bakatnya dan bisa menghasilkan
keuntungan bagi dirinya,selain baju bisa juga mejual seperti kain tenun
bermotif batik , tas bermotif batik , sandal maupun yang lainnya , jadi jika
ingin meningkatkan perekonomian di Indonesia kembangkan lah kreatif , ide, dan
kemauan yang sangat tinggi jika ingin merubah nasib dan jadilah anak Indonesia yang
bisa mengembangkan karyanya dibidang apapun,karena jika kita bisa mengembangkan
kreatifitas akan mengurangi angka kemiskinan dan meningkatkan perekonomian di Indonesia.
Sumber : Buku Ilmu Budaya Dasar oleh Widyo Nugroho dan Achmad Muchji yang diterbitkan oleh Gunadarma.
http://www.duniaesai.com/index.php?option=com_content&view=article&id=55:pembangunan-ek..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar